Rabu, 16 Maret 2016

Cinta Terlarang

“Apa kabar dek?” Sapamu di ujung telp,
 “sudah makankah?”,
“bagaimana pekerjaanmu hari ini?”,
“ah sudahlah pulang saja, tak usah bekerja di sana.”
“ku ajari kau kerja nanti sampai kamu bisa”
“pulang saja lah, itu bukan tugas mu dek”
“pulang ya”
“pulang aja deh”

Sapaan dan omongan  seperti itu selalu kudengar setiap hari dan setiap saat, setelah kedatanganmu beberapa waktu lalu, meski perjumpaan itu hanya sebentar, tapi mampu membuat hati kita terpaut dan punya rasa, bukan rasa ingin memiliki selayaknya remaja sedang jatuh cinta, tapi rasa nyaman.

Kenyamanan yang kau berikan benar-benar membuatku bisa berpikir, bahwa semua ini bukan semata tanggung jawabku, ini adalah tanggung jawab berdua aku dan suamiku, tapi apalah daya semua aku yang menanggung karena pekerjaan suamiku tak sebanding dengan kondisi kami, tapi kamu dengan tidak bosan dan terus saja memacu semangat ku untuk pulang dan bekerja di rumah, membuat pertahananku goyah.Tiba-tiba saja aku ingin pulang, akupun tak tahu kenapa rasa itu begitu kuat.

Setiap pagi kau selalu menyapaku, kadang membangunkanku, dengan dering telp itu, aku menjadi lebih semangat menyambut pagi, berbeda sekali dengan suamiku, dia tidak pernah seperti kamu menelponku, tak pernah secepat kamu menanyakan kabarku, tak pernah mencoba mengoyahkan pendirianku untuk tidak pulang. Begitulah setiap hari kau mengobarkan semangatku, membuatku tersenyum dengan omongan-omonganmu. Begitulah aku setiap hari membedakan kamu dengan suamiku, aku benar-benar tak tahu dan mengerti dengan hatiku dan rasa ini.

Sebulan sudah setelah pertemuan dan obrolan-obrolan kita, terlihat singkat tapi cukup buatku untuk mengerti rasa dihatiku, sehari saja aku tak mendengar suaramu, membuatku kelimpungan seharian, meski aku tahu kamu sibuk dengan pekerjaanmu, atau kamu sedang bersama istri dan keluargamu. Yah memang benar kamu sudah menikah bahkan sudah punya 2 anak, kita sama-sama sudah menikah, tapi aku tak bisa membohongi hatiku yang aku tahu aku nyaman bersamamu di banding suamiku sendiri, aku tak tahu denganmu sekedar main-main atau kau benar-benar nyaman denganku.

Aku tahu ini keliru, tapi aku tak kuasa menolak ini semua, ya tuhan maafkan hambamu ini, aku tak bisa menolak rasa nyaman yang dia berikan padaku, meski aku tahu dia lelaki milik orang lain, pun sebaliknya aku. Tapi aku tak berdaya tuhan. Rasa ini benar-benar nyata.

Mencintaimu adalah dosa, aku tahu benar itu. Di lubuk hatiku ingin sekali aku melupakan semua tentang kamu. Aku sadar semua ini tak boleh terjadi, tapi aku terlalu rapuh untuk mengakhiri hubungan terlarang ini. Aku tak mampu jika harus aku sendiri yang harus menyudahi rasa ini.


Terlalu indah kebersamaan kita meski hanya sebentar, aku tahu aku keliru dengan tanpa dosa aku menerima semua kebaikanmu, menerima rasa kenyamanan yang kau berikan, tapi aku tahu kaupun keliru dengan kisah ini, kita berdua yang tanpa dosa menyakiti pasangan kita. Tapi aku tahu kita tak berdaya dengan semua ini. Maafkan aku mas jika aku punya rasa ini buatmu. Aku tahu ini salah. L

Ya Tuhan maafkan aku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar